Fiksi Dewasa
Review Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Keajaiban Toko Kelontong Namiya merupakan sebuah novel karya penulis populer Jepang, Keigo Higashino. Pertama kali diterbitkan pada 2012, novel ini menjalin sebuah narasi menarik yang menggabungkan perjalanan waktu dengan karma dan hubungan timbal-balik antar-manusia.
Saat akhirnya diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama di tahun 2020, novel ini juga menjadi salah satu novel yang cukup populer di Indonesia, dengan jumlah pembaca di aplikasi iPusnas mencapai lebih dari dua puluh ribu pengguna.
Penggunaan Latar Waktu yang Unik
Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya ini mengambil latar waktu di dua masa yang berbeda, yaitu di tahun 1980-an dan 2012.
Perbedaan latar waktu ini menjadi kejutan tersendiri bagi pembaca, terutama ketika kita bisa melihat bagaimana kejadian di waktu lampau bisa memberikan pengaruh besar di masa kini–dan demikian juga sebaliknya.
Di bab pertama, kita diperkenalkan dengan tiga pemuda–Atsuya, Kohei, dan Shota. Ketiganya baru saja merampok seseorang dan berencana menggunakan mobil si korban untuk melarikan diri.
Sayangnya, mobil yang mereka bawa kabur tersebut tiba-tiba macet di tengah jalan. Padahal, mereka tengah berada di tempat terpencil di tengah malam tanpa kendaraan lain yang bisa ditumpangi.
Terpaksa mencari tempat untuk bersembunyi, ketiganya memutuskan untuk bermalam di sebuah toko kelontong yang terbengkalai di atas bukit.
Yang mengejutkan, saat sedang beristirahat, para pemuda itu tiba-tiba menerima surat yang diselipkan dari celah pintu. Surat itu ditujukan kepada si pemilik toko kelontong meskipun bangunan toko tersebut terlihat sudah lama ditelantarkan. Merasa penasaran, para pemuda itu memutuskan untuk membaca bahkan membalas surat berisi permintaan konsultasi itu.
Hal yang lebih mengejutkan terjadi lagi. Walaupun tak ada tanda-tanda orang yang datang, surat berikutnya kembali datang lewat celah pintu. Terlebih lagi, setelah mencermati isi suratnya, Atsuya, Kohei, dan Shota kemudian menyadari bahwa pengirim surat misterius itu ternyata berasal dari masa lalu.
Yang lagi mencengangkan, surat-surat berikutnya terus berdatangan, dan tidak semuanya berasal dari orang yang sama.
Surat-surat Penembus Waktu
Rupanya, Tuan Namiya, pemilik asli toko kelontong itu, pernah mengadakan layanan konsultasi lewat surat.
Mereka yang punya masalah bisa menuliskan keluh-kesah mereka dalam kertas dan menyelipkan surat mereka melalui celah pintu. Nantinya, Tuan Namiya akan meninggalkan balasan berisi saran dan pesan motivasi di kotak susu di belakang toko kelontong.
Uniknya, ada pola yang tidak disadari antara Tuan Namiya, Atsuya dan temannya-temannya, serta orang-orang yang mengirim surat ke Toko Kelontong Namiya.
Cerita-cerita dari tokoh-tokoh novel ini, yang semula kita anggap hanya kebetulan semata, ternyata saling berhubungan satu sama lain. Bahkan, reaksi dan respon mereka terhadap berbagai peristiwa penting dalam hidup masing-masing justru merupakan sebuah pemicu yang menentukan alur kehidupan tokoh-tokoh lain.
Tentang Empati dan Refleksi Diri
Tema yang paling kuat dalam novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya adalah pentingnya empati dan kemauan untuk berkaca pada diri sendiri.
Semua tokoh dalam novel ini memiliki momen di mana mereka merasa putus asa dan melakukan sesuatu yang (akan) mereka sesali. Namun, dengan dorongan yang tepat, setiap tokohnya bisa melihat ke arah mana keputusan yang mereka ambil di masa lalu tengah membentuk realita hidup mereka saat ini.
Selain itu, meski tidak semua tokoh mendapatkan apa yang mereka inginkan, setiap bagian dari kehidupan mereka–tak peduli seremeh apapun–ternyata bisa menjadi tangkai harapan bagi orang lain.
Pesan Moral dari Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Saat akhirnya berhasil menamatkan novel ini, saya seolah diterpa semacam perasaan puas tersendiri.Beberapa tokoh dalam “Keajaiban Toko Kelontong Namiya” memang pada akhirnya mencapai akhir kisah tanpa tahu apakah pengorbanan mereka punya makna.
Namun sebagai pembaca, saya mendapat kesempatan untuk melihat setiap keping puzzle-nya menemukan tempat masing-masing. Hal ini membuat saya menyadari bahwa di kehidupan pribadi saya pun mungkin ada hal-hal yang tidak saya pahami apa faedahnya, tapi sebenarnya memiliki arti.
Apakah kebaikan yang saya tunjukkan hari ini akan berbuah suatu hari nanti? Apakah kata-kata kejam yang saya ucapkan hari kemarin ternyata telah membawa keterpurukan bagi orang lain? Jika saya berusaha lebih baik mulai detik ini, apakah akan ada manfaat yang bisa diperoleh di tahun-tahun mendatang?
Jawabannya adalah ya.
Ibarat menanam sebuah pohon, besar kemungkinan kita tidak akan hidup cukup lama untuk melihatnya tumbuh dewasa, apalagi sampai berbunga dan berbuah. Namun bahkan setelah kita mati nanti, pohon itu bisa menjadi peneduh dan penyelamat bagi generasi berikutnya.
Orang-orang yang mungkin tidak kita kenal. Orang-orang yang mungkin tidak mengingat nama kita.
Namun nyatanya, tindakan kita bisa menjadi alasan mereka bisa bertahan hidup di masa depan.
Itulah yang mungkin Keigo Higashino, penulis Keajaiban Toko Kelontong Namiya ingin sampaikan pada para pembaca: agar kita bisa mengingat betapa pentingnya kebaikan dan dampaknya terhadap kehidupan orang lain, bahkan setelah waktu jauh berlalu.
Bagi yang penasaran dengan novel satu ini, Anda bisa membacanya melalui aplikasi iPusnas dan Gramedia Digital atau membeli versi cetaknya melalui kanal website Gramedia.com dan toko-toko online lainnya.
Buat yang punya hobi menonton film, Keajaiban Toko Kelontong Namiya (The Mirales of the Namiya General Store) juga sudah diangkat ke layar lebar dan bisa ditonton di Amazon Prime Video.
Selamat menikmati!
Posting Komentar
0 Komentar
Yuk, bagikan pengalamanmu ketika membaca buku ini! Jangan tinggalkan tautan hidup ya!